Home » , » Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936) Sang Spionase Belanda

Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936) Sang Spionase Belanda

contoh iklan


Snouck Hurgronje menempati posisi tersendiri di kalangan jajaran orientalis yang   meneliti   Islam,   baik   dari   sisi   Islam   sebagai   agama   maupun   syari'at.   Dia adalah seorang ilmuwan sekaligus politikus ulung yang Iahir pada 8 Februari 1857 di desa Osterhout yang terletak di Timur Laut kota Breda, Belanda.
Pendidikan dasarnya dilalui di kampungnya, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah di Breda. Dia belajar bahasa Latin dan Yunani pada guru khusus, sebagai persiapan masuk universitas,   dan   berhasil   menempuh   ujian   masuk   universitas   pada   Juni   1874. Kemudian pada musim sedang tahun 1874 dia mendaftar ke Fakultas Teologi di Universitas   Leiden,   Belanda,   dan   pada   Mei   1876   ia   menempuh   ujian   kandidat dalam   filologi   klasik   Yunani   dan   Latin,   lalu   pada   April   1878   ia   mengikuti   ujian kandidat dalam Teologi. Namun, dia tetap menekuni Filologi, dan pada September 1878   berhasil   menempuh   ujian   Filologi   Semit.   Pada   bulan   November   1879   dia berhasil memperoleh gelar doktor dengan risalah berjudul Musim            Haji di Makah.
Dalam   disertasinya   itu,   Snouck   mengemukakan   urgensi   Haji   dalam   Islam   dan berbagai   acara   seremonial   serta   ritualnya,   akhirnya   sampai   pada   kesimpulan bahwa Haji dalam Islam merupakan peninggalan dari ajaran pagan (watsaniah) bangsa Arab.
Pada   tahun   ajaran   1880/1881,   Snouck   menghadiri   perkuliahan   Theodore Noldeke   di   Strassburg   bersama   koleganya,   di   antaranya   adalah   dua   orientalis terkenal, C. Bezold, yang meninggal tahun 1922 di Hedelburg, dan R. Bunnow, yang meninggal tahun 1917 di Amerika. Sekembalinya dari Strassburg pada tahun 1881 ia ditugasi menjadi pengajar ilmu-ilmu Keislaman di   Sekolah Calon Pegawai di Hindia Timur, Indonesia, yang bertempat di        Leiden. Dari sini ia mulai menaruh perhatian pada masalah-masalah baru yang terjadi di negeri Islam.
Pada   tahun   1884   Snouck   mengadakan   petualangan   ke   Jazirah   Arab,   dan menetap di Jeddah
sejak Agustus 1884 hingga Februari 1885, sebagai persiapan menuju   Makah,   yang   merupakan   tujuan   utama   dari   petualangannya.   Snouck sampai di Makah pada  22 Februari 1885  dengan menggunakan  nama samaran Abdul Ghafar.
Dia menetap di Makah selama enam bulan, dan menghasilkan karya berjudul  Makah.  Namun akhirnya, pada bulan Agustus, Snouck dipaksa keluar dari   Makah   oleh   konsul   Prancis.   Dia   pulang   dengan   empat   ekor   unta   yang membawa   barang-barang   yang   dikumpulkan   selama   mukim   di   sana.   Yang disesalkan adalah bahwa perintah untuk meninggalkan Makah bertepatan dengan awal musim Haji. Padahal risalah doktor yang pernah ditulisnya berkaitan dengan musim   Haji,   meskipun   hanya   berdasarkan   pada   sumber-sumber   literatur, manuskrip-manuskrip, dan pengalaman orang yang berziarah ke sana, bukan atas dasar pengalamannya sendiri.
Snouck memulai kegiatan mengajarnya di Leiden dan Delf di Sekolah Calon Pegawai di Indonesia. Dengan meninggalnya A.W.T. Joynboll tahun 1887, Snouck ditugasi menggantikan posisinya di Delf, namun Snouck lebih memilih mengajar bidang syari'at Islam di Universitas Leiden.
Sejak tahun 1889, Snouck memulai kegiatannya sebagai penasihat kolonial Belanda di Indonesia. Pertama kali ia menetap di Indonesia selama dua tahun, sebagai penasihat umum pemerintah kolonial Belanda dalam masalah Islam yang bertempat di Pulau Jawa.
Pada Maret 1891 ia menjadi penasihat dalam bahasa-bahasa Timur dan Syari'at Islam bagi pemerintah kolonial Belanda, dan menetap di Aceh sejak tahun 1891-1892. Di samping tugas utamanya sebagai penasihat pemerintah kolonial, Snouck juga mengumpulkan bahan-bahan untuk menyusun karya   besarya   tentang   Aceh  yang   berjudul  De   Acehers. 
Pada   tahun-tahun berikutnya, Snouck meneliti ragam bahasa, penduduk, dan negeri-negeri yang terdapat di Indonesia sesuai dengan tugasnya sebagai penasihat pemerintah Belanda. Snouck   juga   yang   menyusun   undang-undang   perkawinan   khusus   di   kepulauan Indonesia. Karena mengetahui seluk-beluk masalah Aceh, dia juga diangkat sebagai penasehat di daerah Aceh. Selain itu, Snouck juga menjelajah  Pulau Sumatera di pedalaman Gayo dan mempelajari penduduknya. Hasilnya, Snouck menguasai bahasa Melayu, di samping menguasai bahasa Arab dengan baik.
Ketika gurunya, De Goeje, meninggal pada tahun 1906, Snouck menggantikan posisinya di Universitas Leiden. Pada Januari 1907 Snouck ditugasi menjadi Penasihat pemerintah   Kolonial   Belanda   Masalah   Bahasa   Arab   dan   Intern.   Dengan   begitu, perhatian Snouck terpecah dua, yaitu mengajar di Universitas Leiden dan sebagai penasihat pemerintah. Oleh karena itu, sejak tahun 1906 hingga meninggalnya, tahun 1936, Snouck tidak menghasilkan karya yang besar, hanya menulis makalah-makalah sederhana.
Dia meninggal di Leiden pada 26 Juni 1936. Karya ilmiah Snouck terbagi dalam dua jenis, yaitu karya dalam bentuk buku dan dalam bentuk makalah-makalah kecil. Di antara hasil karya besarnya ialah, tulisannya tentang kota Makah, terdiri atas dua bagian, bagian pertama terbit di kota Den Hag pada tahun 1888 dan bagian kedua juga terbit di kota yang sama pada tahun 1889. Kemudian karyanya yang berjudul De Atjehers,  dalam dua bagian, terbit di Batavia (sekarang Jakarta) dan Leiden (cet I, 1893) dan (cet II. 1894);  Daerah Gayo dan Penduduknya  (Batavia,1903). Bagian kedua dari buku  Makah,  dan bagian pertama dan kedua dari buku  De Atjehers,  sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Karya-karyanya  dalam   bentuk  makalah   adalah  “Munculnya Islam', Perkembangan   Agama   Islam",   "Perkembangan   Politik   Islam",   dan   "Islam   dan Pemikiran   Modern".   Semua   makalah   itu   telah   dikumpulkan   oleh   muridnya, A.J. Wensinck, dengan judul  Bunga Rampai dari  Tulisan Christian  Snouck Hurgronje dalam enam jilid, jilid keempat terdiri atas empat bagian (Bonn dan Leiden, 1923 -1927).
Sistematika kumpulan tulisan itu adalah sebagai berikut; jilid pertama tentang Islam dan sejarahnya, jilid kedua tentang syari'at Islam, jilid ketiga tentang Jazirah Arab dan Turki, jilid keempat tentang Islam di Indonesia, jilid kelima tentang bahasa dan sastra, dan jilid keenam tentang kritik buku, dan tulisan-tulisan lain dan daftar indeks, serta rujukan-rujukan.

KEJAHATAN SNOUCK HURGRONJE: (1857-1936 M)
Seorang   peneliti   Belanda   kontemporer,   Koenings   Veld,   menjelaskan bahwa   realitas   budaya   di   negerinya   membawa   pengaruh   besar   terhadap kejiwaan dan sikap Snouck selanjutnya. Pada saat itu, para ahli perbandingan agama dan ahli perbandingan sejarah sangat dipengaruhi oleh Teori Evolusi Darwin. Hal ini membawa konsekuensi khusus dalam teori peradaban di kalangan cendekiawan Barat bahwa peradaban Eropa dan Kristen adalah puncak peradaban   dunia.   Sementara   itu,   Islam   yang   datang   belakangan,   menurut mereka,   adalah   upaya   untuk   memutus   perkembangan   peradaban   ini.  
Bagi kalangan   Nasrani,   kenyataan   ini   dianggap   hukuman   atas   dosa-dosa mereka. Ringkasnya,   agama   dan   peradaban   Eropa   adalah   lebih   tinggi   dan
lebih   baik   dibanding   agama   dan   peradaban   Timur.   Teori   peradaban   ini berpengaruh besar terhadap sikap dan pemikiran Snouck selanjutnya.
Pada   tahun   1876,   saat   menjadi   mahasiswa   di   Leiden,   Snouck   pernah berkata,   "Adalah   kewajiban   kita   untuk   membantu   penduduk   negeri   jajahan -maksudnya warga Muslim Indonesia -  agar terbebas dari Islam." Sejak itu, sikap dan pandangan Snouck terhadap Islam tidak pernah berubah.Snouck   pernah   mengajar   di   Institut   Leiden   dan   Delf,   yaitu   lembaga yang   memberikan   pelatihan   bagi   warga   Belanda   sebelum   ditugaskan   di Indonesia.   Saat   itu,   Snouck   belum   pernah   datang   ke   Indonesia,   namun   ia mulai   aktif   dalam   masalah-maasalah   penjajahan   Belanda.   Pada   saat   yang sama, Perang Aceh mulai bergolak.
Saat tinggal  di Jedah, ia berkenalan dengan dua  orang  Indonesia yaitu Raden   Abu   Bakar   Jayadiningrat   dan   Haji  Hasan             Musthafa.   Dari   keduanya Snouck   belajar   bahasa   Melayu   dan   mulai   bergaul   dengan   para   jamaah   haji dari Indonesia untuk mendapatkan informasi yang ia butuhkan.
Pada   saat   itu   pula,   ia   menyatakan   keislamannya   dan   mengucapkan syahadat di depan khalayak dengan memakai nama Ahdul Ghaffar. Seorang Indonesia   berkirim   surat   kepada   Snouck   yang   isinya   menyebutkan  "Karena Anda telah  menyatakan  masuk  Islam di  hadapan orang banyak  dan ulama-ulama   Mekah   telah   mengakui   keislaman   Anda."   Seluruh   aktivitas   Snouck selama   di   Saudi   tercatat   dalam   dokumen-dokumen   di   Universitas   Leiden, Belanda. Snouck menetap di Mekah selama enam bulan dan disambut hangat oleh   seorang   ulama   besar   Mekah,   yaitu   Waliyul   Hijaz.  Ia   lalu   kembali   ke negaranya pada tahun 1885. Penyambutan hangat seperti ini sering juga dilakukan   oleh   umat/tokoh   di   Indonesia   terhadap   para   mantan   non muslim,   bahkan   mendadak   menjadi   Ustad/Ustadzah   yang   kondang. Tidak sedikit dengan ilmu yang seadanya menerbitkan tulisan-tulisan yang   membahas   tentang   keislaman   terkait   dengan   masalah   aqidah, seperti   layaknya   seorang   ulama.   Kadang   namanya   lebih  dikenal   dari ustadz/ustadzah yang sebenarnya.
Selama  di  Saudi,  Snouck memperoleh   data-data  penting  dan strategis bagi   kepentingan   pemerintah   penjajah.   Informasi   itu   ia   dapatkan   dengan mudah   karena   tokoh-tokoh   Indonesia   yang   ada   di   sana   sudah menganggapnya   sebagai   saudara   seagama   kesempatan   ini   digunakan   oleh Snauck untuk memperkuat hubungan dengan tokoh-tokoh yang berasal dari Aceh yang menetap di negeri Hijaz saat itu.
Snouck   kemudian   menawarkan   diri   kepada   pemerintah   penjajah Belanda untuk ditugaskan di Aceh. Saat itu, Perang Aceh dan Belanda mulai berkecamuk.   Snouck   masih   terus   melakukan   surat   menyurat   dengan   ulama asal Aceh di Mekah.
Snouck   tiba   di   Jakarta   pada   tahun   1889.   Jendral   Beraker   Hourdec dengan   hidden   missionnya   menyiapkan   tokoh-tokoh   Islam   untuk   dapat membantunya.  Tentunya semua tokoh Islam tidak menyadari misi terselubung Snouck ini. Ia   juga   dibantu  sahabat   lamanya   ketika   di   Mekah,   Haji   Hasan Musthafa  yang   diberi   posisi   sebagai   penasihat   untuk   wilayah   Jawa   Barat. Karena kelihaiannya tokoh Islam ini juga tidak menyadari Snouck yang sebenarnya.   Snouck   sendiri   memegang   jabatan   sebagai   penasihat   resmi pemerintah   penjajah   Belanda   dalam   bidang   bahasa   Timur   dan   Fikih   Islam. Jabatan ini masih dipegangnya hingga setelah kembali ke Belanda pada tahun 1906.
Misi utama Snouck adalah "membersihkan" Aceh. Setelah melakukan studi mendalam tentang semua yang terkait dengan masyarakat ini, Snouck menulis laporan panjang yang berjudul Kejahatan-Kejahatan Aceh. Laporan ini kemudian menjadi   acuan   dan   dasar   kebijakan   politik   dan   militer   Belanda   dalam menghadapai masalah Aceh.
Pada   bagian   pertama,   Snouck   menjelaskan   tentang   kultur   masyarakat Aceh, peran Islam, ulama, dan peran tokoh  pemimpinnya. la  menegaskan pada bagian ini bahwa yang berada di belakang perang dahsyat Aceh dengan Belanda adalah   para   ulama.   Sedangkan   tokoh-tokoh   formalnya   bisa   diajak   damai   dan dijadikan sekutu karena mereka hanya memikirkan bisnisnya.
Snouck   menegaskan   bahwa  Islam   harus   dianggap   sebagai   faktor   negatif karena   dialah   yang   menimbulkan   semangat   fanatisme   agama   di   kalangan
Muslimin.   Pada   saat   yang   sama,   Islam   membangkitkan   rasa   kebencian   dan
permusuhan   rakyat   Aceh   terhadap   Belanda.   Jika   dimungkinkan   "pembersihan" ulama   dari   tengah   masyarakat,   Islam   takkan   lagi   punya   kekuatan   di   Aceh. Setelah itu, para tokoh-tokoh adat bisa menguasai dengan mudah.
Bagian   kedua   laporan   ini   adalah   usulan   strategis   soal   militer.   Snouck mengusulkan   dilakukannya   operasi   militer   di   desa-desa   di   Aceh   untuk melumpuhkan perlawanan rakyat yang menjadi sumber kekuatan ulama. Bila ini berhasil, terbuka peluang untuk membangun kerjasama dengan pemimpin lokal. Perlu disebut di sini bahwa Snouck didukung oleh jaringan intelijen/mata-mata   dari   kalangan   pribumi.   Cara   yang   ditempuh   sama   dengan   yang dilakukannya di Saudi dulu, yaitu membangun hubungan dan melakukan kontak dengan warga setempat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Orang-orang   yang   membela   dan   membantunya   baik   dari   tokoh/aktifis/umat muslim   berasumsi   bahwa   Snouck   saat   itu   adalah   seorang   saudara seagama   yang   sedang   berjuang   membela   Islam.  
Dalam   suatu korespondensinya dengan ulama Jawa, Snouck menerima surat yang bertuliskan "Wahai Fadhilah Syekh Allamah Maulana Abdul Ghaffar, sang mufti Negeri Jawa." Lebih aneh lagi, Snouck menikah dengan putri seorang kepala daerah Ciamis, Jawa Barat pada tahun 1890. Dari pernikahan ini ia memperoleh empat anak: Salamah, Umar, Aminah, dan Ibrahim.
Akhir abad 19 ia menikah lagi dengan Siti Saidah, putri Khalifah Apo, seorang ulama besar di Bandung. Anak dari pernikahan ini bernama Raden Yusuf.   Luar   biasa   memang,   orang   disekelilingnya,   baik   mertua,   istri,   anak-anaknya dan orang-orang disekeliling yang lainnya, PASTI semua orang-orang yang   ada   dekat   denganya   menyatakan   dengan   penilaian   mereka   sehari-hari, mustahil Snouck hanya berpura-pura masuk islam. Jika saat ini ada pihak yang menyatakan   lain,   maka   sudah   pasti   akan   jadi   musuh   bersama   orang   islam lainnya.
Snouck  melakukan   surat   menyurat   dengan   gurunya   Theodor   Noeldekhe, seorang orientalis Jerman terkenal. Dalam suratnya, Snouck menegaskan bahwa keislaman   dan   semua   tindakannya   adalah   permainan   untuk   menipu   orang
Indonesia demi mendapatkan informasi. la menulis, "Saya masuk Islam hanya pura-pura. Inilah satu-satunya jalan agar saya bisa diterima masyarakat Indonesia yang fanatik."
Temuan   lain   Koenings   Veld   dalam   surat   Snouck   mengungkap   bahwa   ia meragukan adanya Tuhan. Ini terungkap dari surat yang ia tulis pada pendeta Protestan   terkenal,   Herman   Parfink,   yang   berisi,   "Anda   termasuk   orang   yang percaya kepada Tuhan. Saya sendiri ragu pada segala sesuatu."
Dr.   Veld   berkomentar   tentang   aktivitas   Snouck   sebagai   berikut.  "la berlindung di balik nama 'penelitian ilmiah dalam melakukan aktivitas spionase,   demi   kepentingan   penjajah."  Veld   yang   merupakan   peneliti Belanda   yang   secara   khusus   mengkaji   biografi   Snouck   menegaskan   bahwa dalam studinya terhadap masyarakat Aceh, Snouck menulis laporan ganda. la menuliskan   dua   buku   tentang   Aceh   dengan   satu   judul,   namun   dengan   isi yang bertolak belakang.
Dari laporan ini, Snouck hidup di tengah masyarakat Aceh selama tiga puluh tiga bulan dan ia pura-pura masuk Islam. Dalam rentang waktu itu, ia menyaksikan   budaya   dan   watak   masyarakat   Aceh   sekaligus   memantau peristiwa yang terjadi. Semua aktivitasnya tak lebih dari pekerjaan spionase dengan mengamati dan mencatat.
Sebagai hasilnya ia menulis dua buku: pertama, berjudul Aceh, memuat laporan   ilmiah   tentang   karakteristik   masyarakat   Aceh   dan   buku   ini diterbitkan. Buku ini bernada membela islam dan  rakyat aceh. Akan tetapi, pada   saat   yang   sama,   ia   juga   menulis   laporan   rahasia   untuk   pemerintah Belanda   berjudul  "Kejahatan,   Aceh."  Buku   ini   memuat   alasan-alasan memerangi rakyat Aceh.
Dua buku ini bertolak belakang dari sisi materi dan prinsipnya. Buku ini menggambarkan   sikap   Snouck   yang   sebenarnya.   Di   dalamnya,   Snouck mencela dan merendahkan masyarakat dan agama rakyat Aceh. Laporan ini bisa disebut hanya berisi cacian dan celaan sebagai provokasi penjajah untuk memerangi rakyat Aceh.
Komentar   tentang   aktivitas   spionase   Snouck   Hurgronje   pada   masa penjajahan juga muncul dari cendekiawan putra Aceh, yaitu Prof. A. Hasymi. la  menuIis, "Belanda mulai memerangi Aceh dalam upaya menguasai daerah jajahannya sejak 1873. Perang berlangsung selama dua puluh tahun, namun tentara Belanda tak berhasil menaklukkan rakyat Aceh. Belanda menghadapi perlawanan rakyat yang sengit dalam tiap pertempuran. Rahasia perlawanan ini adalah padunya ulama dan pemimpin setempat. Snouck sangat paham hal ini   dan   melihat   Islam   sebagai   penggerak   paling   kuat   dalam   jiwa   kaum Muslim."
Snouck ingin menyerang dan meruntuhkan perlawanan ini dari  akarnya. la  belajar   Islam,   datang   ke   Mekah,   dan   pura-pura   masuk   Islam.   Bahkan, untuk tujuan busuk ini, Snouck memakai nama Abdul Ghaffar. Dengan cara ini, Snouck bisa mengenal ulama-ulama Aceh yang berada di Mekah, seperti Syekh AI Habib Abdul Rahman Azh Zhahir. la membangun   hubungan   erat   dengan   orang-orang   Indonesia   di   sana, khususnya   asal   Aceh,   sehingga   tak   seorang   pun   dari   mereka   yang membayangkan   ia   adalah   seorang   musuh   lslam   yang   sangat
berbahaya.   Snouck   bahkan   pernah   berjanji   akan   membantu   rakyat Aceh dalam perang melawan penjajah Belanda (membela islam).
Kedatangannya ke Aceh pada tahun 1893 disambut hangat oleh kaum Muslimin. Ia dianggap sebagai bagian dari mereka karena di mana pun kaum Muslimin   bersaudara.  Hal  ini   makin   diperkuat   dengan   kemampuan   Snouck yang   bisa   bicara   bahasa   Arab   dengan   fasih.   Mereka   membantu   segala keperluan   Snouck   dan   memuliakannya   sebagai   tamu   Muslim   yang   hidup   di tengah keluarganya sendiri.
Bahkan, penduduk daerah Ulee Lheue membantunya dalam mempelajari bahasa   lokal   agar   ia   mudah   berhubungan   dengan   warga   setempat.   Dari sinilah   Snouck   mulai   bekerja   diam-diam   dengan   melakukan   kajian   dan menulis laporan demi kepentingan penjajah Belanda.
Setelah kajian mendalam terhadap masyarakat Aceh, Snouck menemukan bahwa   rahasia   kekuatan   adalah   persatuan   ulama   dan   tokoh   pemimpin masyarakat.   Inilah   yang   dihancurkan   oleh   Snouck   dengan   memecah   barisan umat dan menumbuhkan pertentangan antara dua pihak yang berpengaruh ini. la menjalankan politik  devide at impera,  pecah dan kuasai. Inilah yang membuat Belanda sanggup menundukkan rakyat Aceh.
Politikus dan Sejarawan Indonesia, Ridwan Saidi dalam bukunya ‘Fakta dan   Data   Yahudi   di   Indonesia’   memberikan   komentar   bahwa   apa   yang dilakukan oleh Snouck sangat licik, ia berpura-pura masuk Islam, atau dalam istilah lain dikatakan ia melakukan  IZHARUL ISLAM, yaitu suatu sikap yang diperagakan oleh orientalis abad ke-19 di negeri-negeri jajahan. Cara ini amat ampuh   dalam   upaya   mengorek   kelemahan   Islam   yang   menjadi   agama mayoritas di tanah jajahan tersebut. Dengan berpura-pura Islam, bersyahadat, shalat,   bahkan   ke   Mekkah,   kemudian   menjadi   Mufti   tentang   masalah   Islam, maka hubungan dengan umat Islam dapat dibina dengan akrab.
sebagai   muallaf,   tetapi   ternyata   hal   tersebut   hanya   sebagai   kedok   untuk
melanggengkan misinya. Mulai dari maksud sederhana ingin mendapatkan hak
zakat dan belas kasihan orang,   sampai kepada kepentingan besar dalam misi
memurtadkan Muslimin dari agamanya.
Kasus populer di zaman ini beredarnya Qur'an Van Der Plas di Jawa Timur dan   Kalimantan   Selatan   (daerah   Hulu   Sungai).   Harian  Kalimantan   Berjuang (23 Maret   1950)   memberitakan   keterangan   Kyai   Widjaja   yang   melaporkan beredarnya Qur'an palsu yang dibagikan oleh Van Der Plas. Van Der Plas adalah kuasa pemerintah Belanda yang ditempatkan di "daerah pendudukan". Qur'an
palsu   itu   diberikan   kepada   para   ulama,   dan   ternyata   setelah   diteliti   isinya mengandung   dongeng   Israiliyat.   Sudah   barang   tentu   hal   ini   menghebohkan. Diduga Van  Der Plas  sengaja melakukan  ini  untuk  mengacaukan pemahaman umat terhadap agamanya.
Pola   Van   Der   Plas   memang   terlalu   kotor,   dibanding   dengan   pola   yang dijalankan   Snouck   Hurgronje.   Yang   belakangan   ini   menjalankan   misi spionasenya dengan berkedok penelitian ilmiah.
Agar memudahkan membina akses dengan informan Muslim, Snouck ber-Izharul   Islam.   Ternyata,   menurut   penelitian   Dr.   Van   KoningsveId,   Snouck membuat laporan penelitian ganda, misalnya tentang Aceh, Snouck menulis dua jilid buku tebal  De  Atjehers  berisi laporan ilmiah mengenai masyarakat Aceh, dan buku ini dipublikasikan. Tetapi Snouck juga menulis  Verslag Aceh  sebagai laporan   kepada   Pemerintah   Belanda   tentang   alasan   mengapa   Aceh   harus diperangi. Verslag Aceh berbeda dengan The Atjehers.
Pendirian Snouck yang paling asli tentang Islam terdapat dalam  Verslag Aceh.  Di situ Snouck mencibiri orang Aceh dan Islam. Celaan terhadap Aeeh dan Islam mewarnai laporannya itu sehingga memotivasi pemerintah Belanda untuk meneruskan perang menaklukkan Aceh.
Pada   tahun   1906,   Snouck   Hurgronje   kembali  ke   negeri   Belanda   setelah bertugas di Indonesia selama 17 tahun. Perpisahan dengan keluarga, menurut sumber   terdekat   penulis,  berlangsung   secara   mengharukan,   tentunya dengan   tetap   memiliki   paradigma,   papahku   adalah   sosok   yang   telah membela islam.
Keempat anaknya yang sudah besar diajaknya ke Stasiun Gambir. Sambil melihat-lihat peninggalan masa lalu, Snouck berkata kepada anaknya,  "Anak-anakku,, papa akan kembali ke negeri Belanda buat selamanya, keperluan  kamu akan papa kirim dari negeri Belanda, dan kamu semua akan papa ikutkan dalam asuransi   jiwa.   Bila   besar   kelak,   janganlah   kamu   menggunakan   nama   fam Hurgronje, itu mungkin dampaknya tidak bagus buat kamu."
Keempat anaknya itu terperangah belaka. Hanya air mata yang meleleh di pipi disaksikan area-area yang membisu. Snouck membujang di Belanda selama empat   tahun.   Pada   tahun   1900   ia   kawin   lagi   dengan   seorang   gadis   Belanda beragama   Roma   Katolik,   Maria   Otter.   Tahun   1922   ia   dikaruniai   seorang puteriyang diberi nama Christien. Christien rupanya menjadi puteri tunggal dari isteri   Belanda   satu-satunya   itu.   Menurut   sumber-sumber   penulis   di   negeri Belanda,   ternyata   Christien   tidak   pernah   dididik   secara   Islam.   Ia   tumbuh   dan berkembang   sebagai   gadis   Katolik,   sampai   kelak   ia   bertemu   jodoh   dengan
seorang   Belanda   mantan   karyawan  De   Javasche   Bank.   Pernikahannya   juga
berlangsung secara Katolik.
Menjelang wafatnya, Snouck Hurgronje selama tiga bulan terbaring saja di kamar tidurnya di Leiden, Belanda. Ia tidak bercakap-cakap, sampai suatu hari ia   memanggil   isteri   dan   anaknya.   Seraya   terbaring   di   tempat   tidur,   Snouck
meminta   agar   testamen   yang   telah   dibuatnya diubah. Ia menginginkan   agar anak-anaknya yang berada di Indonesia diberi bagian warisan. Konon, Christien terlongong-longong,   dan   baru   pada   detik   itu   ia   mengetahui   bahwa   ia mempunyai   saudara   seayah   di   Indonesia.   Snouck   dimakamkan   satu   lahat
dengan ibu kandungnya di TPU- Leiden.
Itulah  seorang   intelijen  sebenarnya,   kadang   sampai   masuk   liang lahatpun,   istri/suami,   anak-anaknya   dan   orang-orang   disekelilingnya tidak  akan   menyangka   sosok   yang   sebenarnya   yang   mereka   cintai tersebut. Seorang intelijen sejati akan meletakan kepentingan misinya dibandingkan kepentingan anak dan keluarganya.

contoh iklan

0 comments:

Post a Comment

Kepada Pengunjung jangan lupa komentarnya yah ...

Semoga bermanfaat dan terima kasih telah berkunjung di blog sederhana ini.. :)